Heaven!

Heaven!

Monday, April 23, 2012

Desa Sade, Lombok

Perkenalkan, ini mama saya :D
Selain terkenal karena alamnya yang indah, Lombok juga terkenal dengan budayanya yang unik. Berhubung papa saya adalah sasak otentik dan keluarga besarnya pun masih banyak yang berkumpul di desa, jadi saya masih bisa dibilang cukup familiar dengan kebudayaannya. Keluarga besar papa saya tinggal di desa Barejulat yang berada di lombok tengah. Membaca kata "desa", silakan anda bayangkan desa yang beneran desa dengan sawah terhampar, jalanan berbatu dan becek, dan udara yang dingin segar. Walaupun sekarang sudah tersentuh teknologi, saya ingat dulu saat saya kecil -kira2 sampai saya SD- listrik masih sulit, masak pake kayu bakar, rumah papuk (nenek-kakek) saya masih berupa rumah adat sasak dengan atap jerami dll, bahkan tiap malam paman saya memasang rantang di semua gagang jendela dan pintunya biar kalo ada maling yang membuka pintu/jendela ketauan. Boro-boro ada handphone, telepon rumah aja ga ada. Iya, segitu jadulnya desa saya dan sekarang saya kangen banget dengan suasana itu. Dulu karena masih kecil, selayaknya anak kecil pada umumnya, saya sering rewel kalau lagi di barejulat karena gelap, toiletnya sangat sederhana, dan tidur di lantai. Ih kalau inget itu, rasanya pengen saya getok saya yang masih kecil itu. Haha.
Suku sasak merupakan suku terbesar yang mendiami pulau lombok. Bila ingin melihat keunikan budayanya, salah satu caranya adalah dengan mengunjungi desa dimana kebudayaan sasaknya masih terpelihara dengan baik. Kalau desa saya sih udah mulai memudar tuh karena terpapar teknologi dan modernisasi. Sekarang, bentuk rumahnya aja udah jarang banget yang masih berupa rumah adat. Tapi setidaknya, setiap rumah hampir pasti punya beruga di halaman depan atau belakang, yang digunakan untuk berkumpul ataupun menerima tamu. Adalah Desa Bayan yang merupakan desa sasak tertua di lombok dimana kita dapat melihat sendiri budaya sasak. Saya sendiri belum pernah mengunjungi desa yang terletak di dekat kaki Gunung Rinjani itu, tapi saya pernah mengunjungi desa sasak lain yaitu Desa Sade tiga tahun yang lalu.

Salah satu penenun kain
Dusun Sade, atau biasa disebut desa Sade, terletak di Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Desa ini sangat mudah dicapai dan gerbang masuknya berada persis di pinggir jalan bila kita menuju ke Pantai Kuta Lombok. Di desa ini, kita bisa melihat rumah adat sasak beserta lumbung padi dan beruga yang khas, serta kegiatan menenun kain khas lombok yang dilakukan warga desa. Untuk masuk ke desa ini pun kita tidak dikenakan biaya dan tidak perlu izin khusus, paling hanya mengeluarkan uang untuk membayar guide dengan tarif sukarela dan untuk belanja bila memang ingin belanja. 

Hal yang mudah dikenali dari bangunan sasak adalah lumbung padi yang memiliki atap berbentuk topi besar dan tersusun dari jerami, berdinding bilik dan disangga dengan kayu. Penyimpanan padi dilakukan di atap, dimana terdapat jendela untuk memasukkan padi tersebut. Bangunan rumah sendiri memiliki bentuk dan arti yang unik. Untuk masuk ke rumah, kita melewati pintu yang ukurannya mungil dan relatif pendek yang otomatis membuat orang menunduk (kecuali anak kecil tentunya). Ternyata itu menyimbolkan bahwa kita sebagai tamu menunjukkan penghormatan kepada pemilik rumah.  Rumah terdiri dari 2 bagian utama yaitu bale dalam dan bale luar. Bale dalam merupakan dapur dan tempat menyimpan harta, sedangkan bale luar merupakan ruang tidur dan ruang menerima tamu. Satu lagi hal unik dari  rumah ini adalah material bangunannya. Pernah dengar dong kalau rumah sasak itu lantainya dari kotoran kerbau? Yap, benar sekali. Tapi jangan jijik dulu atau membayangkan rumahnya bau atau jorok. Sama sekali nggak koq. Lantainya terbuat dari campuran tanah, batu, jerami, dan material lain, dan kotoran kerbau digunakan sebagai pelapis dan perekat material-material tersebut dan sebagai pencegah lembab.

Memintal benang yang
tidak semudah kelihatannya
Selain melihat bangunan sasak, kita juga bisa melihat kegiatan menenun warga setempat. Ga hanya melihat, kita juga bisa nyobain menenun lho! Tapi jangankan menenun, nyobain memintal benang aja saya gagal total. Tau kan alat pemintal benang seperti yang sering kita lihat di dongeng-dongeng? Awalnya ketika saya melihat seorang nenek memintal benang dari kapas dengan mudahnya, saya dengan pedenya minta nyobain. Ealah, baru sekali putar udah putus aja benangnya. Boro-boro deh bisa dapet satu gulung utuh. Haha! Mata pencaharian warga perempuan di desa ini memang sebagian besar menenun kain. Sedangkan warga pria nya bertani atau berdagang, tergantung musim. Selain itu, banyak juga yang membuat aksesoris seperti gelang, gantungan kunci, maupun aksesori dinding. Hasil kerajinan dan tenunan ini pun dijual di desa tersebut dengan harga bervariasi. Untuk kain, berkisar antara 100 ribu hingga lebih dari 500 ribu, bergantung ukuran dan kerumitan pola dan warna yang digunakan. Memang sih kita diperbolehkan nawar walaupun turunnya juga ga banyak-banyak amat. Tapi koq ya ga tega karena menurut saya sih wajar ya mahal gitu, lha untuk menenun satu lembar kain aja bisa membutuhkan waktu satu bulan atau bahkan lebih.

Anyway, dengan kita mengenal alam dan budaya Indonesia membuat kita lebih mencintai negeri ini. Ya kan ya toh?

Cheers!

No comments:

Post a Comment