Heaven!

Heaven!

Saturday, March 14, 2015

The art of doing nothing~ (part 1)

Finally, tanggal 24 Mei 2014 datang jugaa! Sejak semalem sebelumnya mulai senewen pasang bermacam-macam alarm karena parno kesiangan. Kami berempat ambil flight Jakarta-Balikpapan yang paling pagi yaitu jam 06.40, lalu lanjut Balikpapan-Berau sekitar jam 3an sore. Kami sengaja ambil flight dengan waktu transit yang paling lama karena berniat jalan-jalan dulu di Balikpapan. Rugi dong ah, jarang-jarang ke Kalimantan masa Cuma numpang transit di Balikpapan. Hihi.
Sampai di Bandara Internasional Sepinggan Balikpapan, kesan pertama saya adalah “Woah, ini bandara gede dan bagus beneerrr”. Bandaranya udah kaya mall, lengkap dengan orang jual mobil dan properti di dalamnya :O
Kami pun mulai cari-cari info mau jalan kemana. Tanya-tanya sama petugas Bandara, mereka menyarankan ke mall. Yaelah maas, jauh-jauh dari Jakarta masa ke mall lagi?! Lalu si mas nya menyarankan ke Pantai Kemala (thankyou Pingkan sudah diingatkan. Saya sempat lupa nama pantainya :p). Yak, kami pun cuss cari taxi. Ternyata, taxi di Bandara sana sistemnya ngga pake argo. Jadi tarif ditentukan daerah tujuan kita masuk ke sektor berapa. Nah tiap sektor beda-beda tarifnya berdasarkan jaraknya. Seinget saya waktu itu tarif taxinya IDR 60ribuan.
Sampai di pantai tujuan, kami cuma iseng leyeh-leyeh duduk-duduk minum es kelapa. Pantainya cukup sepi dan bersih. Waktu itu cuma ada gerombolan polisi (karena memang pantainya deket kantor polisi) dan sekelompok anak sekolah lagi foto-foto pake tongsis (Hey, gaul juga mereka punya tongsis! Saya aja gak punya. Haha).
Pantai sepi di Balikpapan
(photo taken by Silmi)
Setelah cukup puas leyeh-leyeh (dan es kelapa nya juga udah habis), kami pun cabut untuk cari makan siang. Kami ga makan siang di pantai itu karena menurut kami sih kurang menarik makananya. Sebenernya dapet rekomen dari temen buat nyobain kepiting Dandito di sekitaran Bandara. Tapi saat kami cek, wuaduuh itu kepiting muahal banget bisa 200ribuan. Gak lucu dong kalo nanti di Derawan kehabisan uang karena keburu hedon di sini. Akhirnya kami pun cari makan di...... mall! Huahahaha. Akhirnya manusia Jakarta ini nyungsep di mall lagi. Kesan saya mengenai Balikpapan adalah sebuah kota yang bersih, rapi, dan oke! Bahkan di sana udah ada Blitz Megaplex loh. Mall yang dari depan terlihat biasa aja pun udah ada farmers market dan quiksilver. Mungkin next time saya harus luangkan waktu yang lebih banyak buat liat-liat Balikpapan.
Akhirnya sore pun tiba dan kami kembali ke Bandara untuk lanjut flight ke Berau. Yeaay! Rasanya super excited sampai maunya nyengiir terus :D
Flight Balikpapan-Berau menggunakan pesawat tipe CRJ1000 dengan kapasitas 100 penumpang. Wiih langsung lah banyak calon penumpang yang norak foto-foto sama pesawat mini itu. Perjalanan Balikpapan-Berau ini menarik banget. Selama kurang lebih 1 jam, kami disuguhi pemandangan hutan kalimantan yang lebat dan sungai lebar berliku. Pemandangan di bawah terlihat cukup jelas karena pesawat nya terbang tidak terlalu tinggi.
CRJ1000 yang bikin norak foto-foto
(photo taken by Pingkan)

Borneo's Forest
(Photo taken by Pingkan)

Setelah mendarat di Bandara Kalimarau Berau, saya pun kembali kagum. Bandara Kalimarau ini masih terhitung Bandara baru. Bandaranya cukup kecil seperti Bandara Selaparang Mataram, dengan kondisi yang sama bersihnya dengan Bandara Sepinggan Balikpapan. Wah, kalau begini, Soetta jadi terasa kaya terminal bus! Ups.  
Perjalanan dari Bandara Kalimarau ke Hotel Sederhana kami tempuh dengan taxi. Taxi di sana berupa mobil ertiga dan juga ngga pakai argo, dengan sistem yang sama seperti di Bandara Sepinggan. Jadi, tarif ditentukan berdasarkan sektor daerah tujuan. Hotel Sederhana termasuk daerah sektor I kalau tidak salah, dengan tarif IDR 110ribu dan lama perjalanan + 20 menit. Tadinya otak pelit saya udah mikir “kok 20 menit doang mahal banget sampe 110ribu?!”. Tapi ternyata saya akhirnya mendapatkan jawabannya yaitu jangan samakan 20 menit di Jakarta dengan 20 menit di Berau. 20 menit di Jakarta mah cuma 1 km karena waktu habis buat lampu merah dan macet. Tapiii, 20 menit di Berau itu ternyata jauuuh bok! Plus jalannya naik turun dan sepii banget. Saya perhatikan, Berau ini kota (?) kecil yang cukup maju. Di sana saya hampir ngga pernah liat mobil jelek. Minimal Toyota Pajero. Mobil kecil yang saya liat pun ya cuma taxi Ertiga itu.
Sampai di Hotel Sederhana, kesan pertama saya “Hmm, suram!” Hahaha. Tampaknya Hotel Sederhana ini hotel lawas yang pasti dulunya termasuk hotel mewah. Kunci kamarnya aja masih model kunci pintu biasa dengan gantungan kunci berupa papan gede bertuliskan nomor kamar. Kamarnya besaaar dengan tempat tidur yang besaaar dan kamar mandi dilengkapi bath tub. Lumayan banget kan sebenernya, kalau saja suasananya ga suram. Tepat di seberang hotel sederhana, ada hotel baru bernama Palmy Hotel. Akhirnya setelah makan malam, kami iseng cek Palmy Hotel dan booking buat nginep sebelum kembali ke Jakarta.
Keesokan harinya, kami udah dijemput oleh mobil sewaan tepat jam 9 pagi. Perjalanan dari Hotel ke Pelabuhan Tanjung Batu memakan waktu kira-kira 2.5 jam, dengan rute membelah pegunungan dan hutan. Catet ya, 2.5 jam itu si Pak Supir lumayan ngebut dengan cukup mengerikan, dan tanpa hambatan apa pun. Sempet istirahat sih di suatu warung makan. Jadi memang perjalannya cukup jauh lah.
Sampai di Tanjung Batu, speed boat yang kami sewa ternyata udah standby, jadi kami langsung cuss ke Derawan. Karena Wisma Aditya yang udah kami booking merupakan guesthouse di atas air, jadi speed boat pun langsung berhenti tepat di depan wisma. Wisma ini lumayan juga untuk ukuran IDR 200rb per malam. Wisma ini berupa rumah kayu dengan teras yang langsung menghadap ke laut. Di bagian belakang wisma ada 3 shared bathroom, 1 mesin cuci, dan area jemuran. Kamar mandi pun pakai shower dan toilet duduk. Namun sayangnya, pembuangan dari kamar mandi langsung “terjun” ke laut, sehingga menurut saya tidak ramah lingkungan. Alhasil, laut di depan wisma pun kalau sedang surut terlihat kotor L. Kamarnya berisi 2 single bed sederhana, cermin kecil, meja dan kipas angin. Di sana hawanya geraah dengan kelembaban yang tinggi, jadi bawaanya berasa benyek karena keringetan terus.
Kamar Wisma Aditya
(Photo taken by Pingkan)

Balkon wisma aditya
(Photo taken by Pingkan)

Kalau mau ke pantai landai, lokasinya ada di dekat Derawan Dive Resort. Derawan dive resort ini merupakan penginapan versi bagus di Derawan, tentu dengan harga yang lebih bagus. Kamarnya aja pake AC. Aarrghh, pasti adem banget deh di situ. Kami pun cuma kebagian foto-foto di dermaga nya, lalu lanjut main ke pantai di depannya. Pantai di Pulau Derawan ini menurut saya cukup oke. Sore itu kami menemukan spot yang cukup sepi dengan air yang bersih dan tenang, jadi kami bisa leha-leha berasa pantai pribadi. Haha.
Derawan Beach
(photo taken by Pingkan)
Untuk urusan makan, di Pulau Derawan ini banyak warung makan. Tinggal pilih, mau yang murah atau yang mahal. Makanannya pun cukup bervariasi, mulai dari indomi sampai lobster. Tapi yang harus diingat, tanya dulu harganya sebelum pesan! Entah kenapa menurut saya orang sana kurang bisa berdagang. Mereka tipe pedagang yang kurang ramah, ga bisa menjelaskan apa yang dijual, dan sering bingung sendiri kalau ditanya harga. Jadi pastikan untuk tau harganya dulu. Untuk harganya, menurut saya cukup lumayan mengingat lokasi mereka di pulau, jadi wajar kalau cenderung lebih mahal. Saran saya, siapkan budget + IDR 40rb untuk sekali makan di Derawan. Ohya, warung-warung itu juga bisa menyediakan pesanan lunch box buat dibawa wisata ke pulau lain. Tinggal pesen semalam sebelumnya, pagi nya udah siap dibawa.
Hari pertama di Derawan praktis kami habiskan dengan leyeh-leyeh dan renang, berburu sunset (yang gagal), makan, dan belanja Aqua. Hehe.
Keesokan harinya, bapak speed boat udah standby jam 8 pagi buat mengantar kami ke Kakaban dan Sangalaki. Perjalanan ke Kakaban kurang lebih 45 menit, dengan kondisi laut yang tenang. Pas sampai sana, ternyata udah rame aja loh. Di Pulau Kakaban ini yang menarik adalah adanya danau purba yang berisi banyaaak banget ubur-ubur tanpa bisa. Konon katanya karena tidak adanya predator, para ubur-ubur ini kehilangan kemampuan menyengatnya. Rasanya berenang di danau ini ya geli geli lucu gitu deh. Apalagi makin ke tengah kita berenang, makin banyaak ubur-ubur yang nyenggol, jadi berasa berenang di tengah jelly. Ubur-uburnya sendiri pun bermacam-macam bentuk dan ukurannya. Dari mulai yang keciiil banget seukuran satu ruas jari kelingking (mungkin masih bayi ya?), sampai yang gedeee seukuran payung. Sebenernya jarak pandang di danau ini ga terlalu jauh, karena airnya agak keruh kehijauan. Tapi justru itu yang bikin seru dan deg-degan karena ubur-uburnya tiba-tiba bermunculan. Sempet mikir random sih, gimana kalau tiba-tiba muncul monster purba dari bawah danau. Haha. Untung ga kejadian yaa.
Membelah hutan ke danau kakaban
(photo taken by Rajesh)
Setelah puas main dengan ubur-ubur, kami pindah ke pantai untuk leyeh-leyeh sejenak, lalu lanjut snorkeling di sekitar jetty. Menurut saya, di sini lah lokasi snorkeling favorit saya karena terumbu karangnya paling banyak dan warna-warni dengan banyak ikan seliweran. Airnya biruuu banget dengan visibility yang baik, sehingga jelas banget keliatannya. Pindah lokasi beberapa meter dari jetty pun sama bagusnya.
Dari Kakaban, kami pindah ke Sangalaki. Di Sangalaki ini kami liat penangkaran penyu sambil dijelaskan mengenai kehidupan penyu oleh bapak-bapak yang jaga. Setelah itu, leyeh-leyeh dong di pantai. Pantai di Sangalaki ini termasuk kategori pantai ideal menurut saya karena air lautnya tenang, sepii, serta berpasir halus dan landai. Waktu itu cuaca cukup terik, tapi toh kami cuek aja renang sampe gosong. Kapan lagi kan? Hihi. Snorkeling di sekitar Sangalaki juga cukup menyenangkan, walaupun bawah lautnya masih kalah dengan area Kakaban. Sebenarnya saat itu sedang musim manta ray, tapi kami belum beruntung untuk ketemu si manta. Mungkin next time disuruh ke Sangalaki lagi yaa *positive thinking alias ngarep*.
Si penyuu
(photo taken by Pingkan)

Pulau Sangalaki
(photo taken by Silmi)
Keesokan harinya, kami main ke gusung sekitar Derawan. Gusung ini adalah pulau kosong yang cuma berisi gundukan pasir. Satu kata buat gusung derawan: kereeeenn! Isinya pasir putih halus, landai, luas, dikelilingi oleh air laut bening dan tenang. Beneran lah itu keren banget. Apalagi pas kami kesana, belum ada orang lain yang dateng jadi kami puaaas bangeeet foto-foto renang-renang dan guling-guling sampe bego hohoho.
Gusung Derawan
(Photo taken by Pingkan)
Siang setelah pulang dari gusung, kami pun balik ke wisma karena mulai KO. Akhirnya siang sampe sore dihabiskan dengan tiduur :D. Sorenya, karena masih penasaran dengan sunset, kami pun jalan ke spot sunset. Bhuuuu, ternyata gagal maning nyari sunset. Akhirnya kami cuma leyeh-leyeh sambil ngeliatin anak-anak kecil ngumpulin kerang. Akhirnya kami mengadakan sesi foto prewedding gak penting huahaha.
Selanjutnya tentang cerita di Maratua ada di next post ya :D

Cheers!

1 comment:

  1. �� �� ��
    Seru, menarik, tapi kayaknya agak kepanjangan..

    ReplyDelete